By - - 0 Comments

Setiap orangtua tentu ingin yang terbaik untuk anaknya. Ketika anak mulai bergaul dengan teman-teman, muncul kekhawatiran yang tak terelakan.

Misalnya, khawatir anak akan terbawa pengaruh buruk teman-temannya menerapkan perilaku negatif, konsumsi minuman keras dan alkohol, hingga pergaulan bebas.  Lalu, apa yang harus orangtua lakukan untuk menjaga anak dari pengaruh negatif teman-temannya? Berikut penjelasannya.

Cara menjaga anak dari pengaruh buruk pergaulan

1. Memastikan anak bergaul dalam lingungan yang baik

Menurut Psikiatri Prasila Darwin, anak yang mulai memasuki usia remaja cenderung lebih dekat dengan teman-temannya.  “Karena memang pada saat itu masanya anak tidak lekat lagi dengan keluarga. Dia akan lebih dekat dengan sebayanya,” ujarnya.

Kondisi itu membuat teman-teman cenderung memengaruhi pembentukan karakter anak. Maka, penting bagi orangtua untuk memastikan anak ada dalam lingkaran pertemanan yang baik.

Misalnya, orangtua dapat memastikan dengan siapa anak pergi bermain dan seperti apa karakter temannya. Bentuklah kebiasaan agar anak selalu memberi tahu dengan siapa dirinya pergi.

“Itu juga jadi hal yang penting bagi orangtua untuk mencegah anak terpengaruh oleh lingkungannya,” jelas Prasila.

2. Memberikan bekal ilmu dan moral

Agar anak tidak mudah tepengaruh hal buruk, orangtua harus membekalinya aturan dan kedisiplinan sejak dini, sehingga bisa menyaring hal baik dan buruk.

Fondasi kedisiplinan dan tanggung jawab yang kuat akan membuat anak memiliki keyakinan dan tidak mudah goyah.  Orangtua juga perlu sering mengedukasi anak dan mengajaknya berdiskusi agar terbentuk karakter yang baik.

“Karena saat ini perkembangan zaman sudah beda dengan dulu. Saat ini perkembangan sangat cepat dan dinamis, menyebabkan perubahan perilaku juga cepat terjadi,” pungkas Prasila.

3. Menjadi teman bagi anak

Agar anak tidak terpengaruh hal negatif di lingkungannya, orangtua perlu menjadi teman bagi anak.  Masa remaja adalah momen ketika anak cenderung lebih mendengarkan teman-temannya dan mencontoh orang lain, sehingga rawan terjerumus ke pergaulan yang salah.

Di sanalah orangtua perlu masuk sebagai ruang bercerita bagi anak, tanpa menghakiminya.

“Orangtua harus lebih dekat dengan anak, lebih intens komunikasinya ke anak, hingga anak merasa seperti teman,” lanjut Prasila.

Ketika kenyamanan bercerita didapatkan anak dari orangtuanya, mereka akan cenderung betah berada di rumah dan waktu mainnya di luar juga lebih terkontrol.

“Jadi seperti teman. Dia merasa bahwa di rumah pun bisa mendapat hal yang sama sepertii dia dapatkan diluar rumah,” ujar Prasila.

Ketika ada hal buruk atau kesalahan yang anak lakukan, baiknya orangtua tidak langsung marah karena akan menimbulkan kecemasan pada anak.

Ajaklah anak berdiskusi sekaligus menggali perspektifnya, barulah orangtua bisa memasukan nasihatnya pada anak.  “Jadi jangan sampai dia mengambil sesuatu identitas yang tidak baik, suatu ajaran yang tidak baik dari teman-temannya,” tuturnya.

 4. Menerapkan hukuman

Agar anak tidak terpengaruh hal buruk di lingkungannya, orangtua juga perlu menerapkan hukuman.  Apalagi, kata Prasila, anak berusia 10 tahun ke atas suda bisa berpikir abstrak.

Ketika anak melakukan kesalahan, orangtua dapat menghukumnya dengan menahan reward alias penghargaan seperti mengurangi uang jajan, tidak pergi liburan, atau menurangi hal menyenangkan lainnya.

Dengan begitu, anak memahami konsep sebab-akibat dan tidak mengulangi kesalahannya.  Namun, hindari hukuman fisik. “Baiknya hukuman yang diterapkan bukanlah hukuman fisik seperti memukul dan menampar,” ujar Prasila.

 5. Membuat perjanjian

Agar anak paham tentang tanggung jawab, orangtua dapat membuat perjanjian. Misalnya, jika anak melakukan kesalahan atau melanggar aturan maka dapat menyepakati hukuman apa yang akan diterimanya nanti.

Namun, pastikan orangtua juga menerapkannya secara konsisten. “Orangtua harus konsisten dalam menerapkan aturan. Karena perilaku akan jadi habit kalau itu sering dilakukan,” tutup Prasila.