By - - 0 Comments

Kekhawatiran anak terhadap kesehatan orangtua, terutama mengenai potensi demensia, adalah hal yang sangat wajar.

Melihat orangtua yang mulai menua, anak sering kali merasa gelisah, terutama ketika menyaksikan perubahan kecil dalam ingatan atau perilaku mereka. Salah satu hal yang paling mengkhawatirkan adalah jika orangtua terkena demensia.

Penting untuk mengenali ciri-ciri demensia pada lansia, agar bisa segera mendapat penanganan yang tepat.

Berikut ini adalah ciri-ciri lansia yang terkena demensia:

1. Gangguan daya ingat

Menurut Spesialis Geriatri Czeresna Heriawan Soedjono, hal yang paling mudah dikenali dari gejala demensia adalah mudah lupa. “Kita sebut pikun kalau lupa-lupa itu sampai menimbulkan gangguan dalam aktivitas sehari-hari,” ujarnya

Lansia kerap lupa akan banyak hal, seperti lupa telah membuat janji, lupa apa yang terjadi, bahkan mungkin lupa atau tidak mengenali keluarganya sendiri. Atau lansia lupa dengan apa yang dikatakannya, sehingga kerap mengulangi perkataan yang sama.

“Menyampaikan sesuatu dan bertanya ke orang sampai berkali-kali. Kenapa kok sampai berkali-kali? Karena dia lupa sebenarnya sudah bertanya atau belum,” jelas Czeresna.

2. Disorientasi

Dilansir dari Yayasan Alzheimer Indonesia, mengalami disorientasi atau kebingungan akan waktu dan tempat juga merupakan bagian dari gejala yang kerap ditunjukkan penderita demensia.

Hal tersebut membuat lansia bingung di mana mereka berada, tidak tahu jalan pulang, kebingungan menentukan arah, juga bingung akan waktu.

3. Sulit melakukan kegiatan yang familiar

Ciri-ciri demensia pada lansia selanjutnya adalah kesulitan melakukan kegiatan yang familiar.

“Dia menjadi tidak familiar dengan situasi atau pekerjaan yang dulu biasa dia lakukan,” ungkap Czeresna. Misalnya, yang tadinya bisa menggunakan telepon seluler, sekarang jadi tidak bisa atau lupa.

Yang tadinya bisa menggunakan remote televisi, tiba-tiba jadi lupa bagaimana caranya. “Atau dia sholat, kan sudah lima kali sehari dilakukan bertahun-tahun itu kalau dia Muslim.

Tapi tiba-tiba tidak ingat bacaan dan surat-suratnya atau tiba-tiba urutan gerakannya lupa,” lanjut Czeresna. Padahal, hal-hal tersebut dilakukan sehari-hari dalam jangka waktu yang lama

Demensia atau pikun adalah penyakit yang dapat menimpa lansia.

Penyakit ini menurunkan daya ingat dan cara berpikir, yang selanjutnya akan menurunkan kualitas hidup penderitanya.

Bagaimana cara mencegah demensia pada lansia? Berikut adalah penjelasannya!

Cara mencegah demensia pada lansia :

1. Menyadari faktor risikonya

Menurut spesialis Geriatri Dr. dr. Czeresna Heriawan Soedjono, SpPD-K.Ger, demensia dapat dicegah dengan mengenali faktor risikonya.

“Resepnya sederhana, kita harus mengenali kita memiliki faktor risiko apa? Seperti hipertensi, diabetes, merokok, penyakit jantung kronis, atau penyakit ginjal kronis,” ujarnya

Beliau mengatakan, jika lansia memiliki faktor resiko tersebut, maka sebaiknya konsultasikan ke dokter supaya terkendali dengan baik.

Jika lansia masih merokok, maka sebaiknya berhenti untuk mengcegah demensia atau pikun.  Mengendalikan penyakit-penyakit di atas sudah merupaka faktor besar untuk mencegah demensia.

2. Tetap berkegiatan

Kebanyakan lansia sudah dalam usia pensiun, di mana ia tidak lagi memiliki kegiatan.  “Mestinya yang pensiun hanyalah umur saja, sedangkan kegiatan jasmani dan mentalnya tetap berlanjut,” ujar Czeresna.

Oleh karena itu, lansia dianjurkan untuk tetap aktif berkegiatan seperti melakukan olahraga dan berkegiatan sosial. Misalnya, pergi ke reuni, arisan, dan perkumpulan keagamaaan.

“Berkegiatan sosial seperti bertemu dengan teman itu adalah latihan olah mental. Karena pada saat bertemu dengan orang kita bercakap-cakap, ada interaksi. Itu otaknya dipake,” tangkas Czeresna.

3. Tetap libatkan dalam kegiatan keluarga

Untuk mencegah demensia atau pikun, kita harus tetap melibatkan lansia dalam kegiatan keluarga.

“Jangan ditaruh di kamar belakang, terus makan sama ART. Tetap libatkan dalam kegiatan keluarga secara aktif,” ujarnya.  Ajaklah orangtua yang sudah lansia mengobrol dan berkegiatan bersama anggota keluarga lainnya, sehingga, otaknya tetap terlatih dan tidak merasakan kesepian.