Karena orang Melayu Timur mempercayai mereka berasal dari kawasan Tempasuk, daerah Mindanao, Phulipina dan Sabah, Malaysia yang berdatangan ke Pantai Timur Sumatera.
Sehingga kedatangan orang-orang tersebut tidak terlepas dari konflik Sultan Mahmud Syah III, penguasa Kesultanan Johor Pahang Riau dan Lingga dengan Belanda.
Kemudian, Sultan Mahmud Syah III meminta bantuan kepada penguasa Tempasuk untuk menghadapi Belanda. Prajurit dari Tempasuk pun mengalahkan Belanda. Orang-orang dari Tempasuk tersebut ada yang kembali ke daerahnya dan ada yang menetap di Daik Lingga dan berlayar ke Pantai Timur Sumatera, seperti daerah Tanjung Jabung.
Ketika berperang melawan Belanda, orang-orang Tempasuk tidak hanya membawa senjata, namun membawa alat kesenian dari daerahnya. Alat musik yang dibawa tersebut adalah Kelintang Perunggu.
Kelintang Perunggu kini merupakan seni musik khas orang Melayu Timur yang menghuni kawasan sekitar Pantai Timur Sumatera, seperti Tanjung Jabung Timur, Tanjung Jabung Barat di Provinsi Jambi dan Indragiri Hilir di Provinsi Riau.
Komposisi alat musik Kelintang Perunggu terdiri atas dua gendang Panjang dan gong. Ketika dimainkan komposisi alat musik yang dominan. Oleh karena itu, secara umum instrumen yang dimainkan oleh seni musik ini dinamakan Kelintang Perunggu.
Kini kondisi seni musik ini terancam punah. Salah satu penyebabnya adalah sudah tidak banyak yang bisa memainkan. Kelintang Perunggu di Tanjung Jabung memiliki 18 jenis irama atau pukulan.
“Jadi kita katakanlah orang yang bisa memainkan 18 irama tersebut bisa dihitung jari dan rata-rata sudah uzur,” kata Judi kepada wartawan di Jambi, Kamis (11/8).
Dia berharap musik Kelintang Perunggu bisa lebih lama lagi dinikmati. “Harapan kita para pegiat seni budaya muda tersebut dapat menjadi pelopor untuk melestarikan dan memajukan Kelintang Perunggu,” terangnya.
Sebagai upaya melestarikan kesenian Kelintang Perunggu, Kemendikbud Ristek menggelar ajang Belajar Bersama Maestro (BBM) di Kabupaten Tanjung Jabung Timur.
Judi menggandeng Aisyah, sesepuh seniman alat musik Kelintang Perunggu. Dia mengajar 20 pegiat seni sekaligus budayawan muda.
“Jadi BBM itu program pembelajaran di mana sejumlah pegiat seni budaya muda akan belajar dan bertukar pengetahuan tokoh seni budaya (Maestro) yang memiliki pengetahuan, pengalaman, wawasan dan keterampilan yang mendalam,” tuturnya.
Ia menyampaikan, program ini diharapkan menjadi simpul utama dalam penyebaran, pertukaran nilai dan pengetahuan serta ajang pembelajaran bagi sumber daya manusia kebudayaan, sehingga kelak mereka akan menjadi pelopor dalam upaya pemajuan kebudayaan tersebut.
Lebih lanjutnya, penyelenggaraan BBM kali ini dilaksanakan di Tanjung Jabung Timur dengan Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) Kelintang Perunggu dengan Maestro Nenek Aisyah.
“Merupakan bentuk dukungan Kegiatan Kenduri Suwarnabhumi yang berupaya untuk memajukan kembali budaya dari daerah-daerah aliran Sungai Batanghari,”jelasnya.
Peserta BBM di Tanjung Jabung Timur yang berjumlah 20 orang melibatkan pegiat seni budaya muda dari berbagai sanggar seni budaya yang berasal di beberapa kecamatan di Tanjung Jabung Timur.
Lebih lanjutnya, seperti Sanggar Bukit Menderang dari Kecamatan Muara Sabak Barat, Sanggar Bahtera Kencana dari Kecamatan Mendahara, dan masih banyak sanggar-sanggar yang lain.
Tinggalkan Balasan