By - - 0 Comments
Tradisi Ngalap Berkah di Desa Traji. Tradisi Ngalap Berkah di Desa Traji Upacara ritual di Sendang si Dukun. MENJELANG peringatan Malam 1 Sura atau Tahun Baru Islam bulan Muharam, ribuan pengunjung di Desa Traji, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, telah berdatangan. Ratusan lapak pedagang kaki lima memenuhi sepanjang jalan utama desa, tidak jauh dari Parakan, daerah penghasil tembakau di kaki Gunung Sindoro. Mereka berdatangan bukan saja dari daerah Temanggung, melainkan juga ada yang dari Sumatra untuk ngalap berkah. Lapangan telah berubah menjadi area pasar malam dengan berbagai wahana permainan anak-anak. Demikian kuat pesona malam peringatan 1 Sura yang diadakan setiap tahunnya.
Masyarakat Jawa mengenal salah satu upacara adat yang berhubungan dengan peristiwa tertentu, yaitu Suran. Upacara adat Suran merupakan salah satu bentuk tradisi selamatan yang dilaksanakan masyarakat Jawa pada bulan Sura di berbagai daerah. Upacara adat Suran dilaksanakan masyarakat Desa Traji bertujuan untuk memohon keselamatan kepada Tuhan YME melalui perantara leluhur desa, yakni Simbah Kiai si Dukun, Simbah Kiai Adam, dan penunggu Gumuk Guci. Masyarakat Traji berharap terjalin hubungan harmonis dengan yang gaib supaya tercipta suasana aman, tenteram, damai, dan sejahtera. Masyarakat dan pemerintahan desa melaksanakan upacara adat 1 Sura sebagai bentuk warisan leluhur dan menjadikan kewajiban bersama untuk dilaksanakan.
Upacara adat tersebut merupakan peninggalan nenek moyang sebagai ucapan rasa syukur karena diberikan kesuburan tanah dan air yang berlimpah berasal dari Sendang si Dukun yang terdapat di desa itu. Pusat upacara adat dilaksanakan di Sendang si Dukun, pusat mata air yang kemudian ditampung dalam sebuah kolam dan dialirkan untuk mengairi tanah persawahan di Desa Traji dan sekitarnya. Mata air itu diyakini merupakan sumber kehidupan masyarakat setempat. Sampai saat ini, mereka tetap bertahan mengadakan tradisi tersebut karena khawatir jika tidak melaksanakan akan terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Air yang berasal dari mata air Sendang si Dukun pun dipercaya bisa mengobati berbagai macam penyakit. Menurut mantan Kepala Desa Traji, Tumarno (kini almarhum), asal-usul dilaksanakannya upacara adat Malam 1 Sura berawal dari cerita puluhan tahun lalu. Adalah Ki Dalang Garu yang berasal dari Desa Tegal Sari. Dia ditanggap untuk menjadi dalang di Desa Traji oleh seorang bangsawan pada Malam 1 Sura. Setelah pagelaran wayang selesai, Ki Dalang Garu merasa heran karena diberi upah oleh bangsawan tersebut berupa kunyit. Bangsawan tersebut berpesan agar Ki Dalang Garu saat pulang tidak menoleh ke belakang sebelum tujuh langkah. Pada saat dia menoleh, ternyata bangsawan tersebut sudah tidak ada di belakangnya. Terjadi hal yang gaib sebab rumah bangsawan itu berubah menjadi sendang yang kemudian disebut Sendang si Dukun. Upah berupa kunyit pun berubah menjadi tiga keping emas. Ki Dalang Garu melaporkan kejadian itu kepada Kepala Desa Traji dan sejak saat itu lantas diadakan tradisi Suran. Masyarakat Traji berkeyakinan pula bahwa makam Kiai Adam Muhammad sebagai cikal bakal atau pepunden Desa Traji sehingga merupakan salah satu tempat pelaksanaan upacara adat Malam 1 Sura.
Tempat keramat tujuan terakhir peringatan Malam 1 Sura ialah Gumuk Guci. Gumuk Guci berupa gundukan tanah yang tandus dan secara tidak kasatmata berupa pesantren gaib. Upacara tradisi adat itu selalu dinantikan masyarakat sebab unik dan tidak terdapat di daerah lain. Selain berupa jamasan pusaka dan mengarak gunungan yang berisi hasil bumi untuk diperebutkan, kepala desa dan istri didandani layaknya sepasang pengantin. Hal itu memiliki makna bahwa kepala desa merupakan sosok pemimpin yang di kalangan masyarakat Jawa identik sebagai raja. Mereka didandani dengan mengenakan pakaian pengantin adat Jawa.